NARASUMBER
Jufrizal (Jawa Barat)
Harmaini (Riau)
M. Edrison Kamil (Jakarta)
Jonito Vendry (Sumatera Barat)
Ardinan (Sumatera Barat)
Boiziardi (Sumatera Barat)
MODERATOR
Musriadi Musanif (Sumatera Barat)
Kasman Katik Sulaiman (Jambi)
PADANG, POTRETKITA.net – Ada warga Muhammadiyah yang menyembunyikan identitas ketika berada di luar lingkungan Muhammadiyah. Mereka takut identitasnya itu diketahui oleh orang yang bukan warga Muhammadiyah. Keras ke dalam saja!
Tapi ada pula yang suka ‘mendeklarasikan’ dirinya sebagai warga Persyarikatan Muhammadiyah, ketika dia berada di luar lingkaran organisasi Muhammadiyah, namun memilih diam saat berada di lingkungan orang-orang Persyarikatan Muhammadiyah.
Di sisi lain, ditemukan pula warga yang keras ke luar dan ke dalam. Muhammadiyahnya badantiang-dantiang. Saat berada di internal persyarikatan, Muhammadiyahnya tak dapat disebut lagi. Hebat! Hal serupa juga dilakukannya ketika berada di luar lingkaran Muhammadiyah.
Abrasi dan efurio berkiprah di luar Muhammadiyah telah meruntuhkan ketahanan kader militan
JUFRIZAL |
“Ada krisis identitas, terkadang. Lantaran urusan pekerjaan, ada kader yang menyembunyikan identitas kemuhammadiyahannya. Padahal idealnya, kita harus bangga sebagai warga persyarikaran ini,” ucap Jufrizal, salah seorang warga Muhammadiyah yan berdomisili di Jawa Barat.
Menurutnya, mempertegas identitas ketika berada di lingkungan Muhammadiyah atau sedang di luaran merupakan sebuah kemestian. Untuk itu, Jufrizal menyarankan, dalam program pengkaderan di lingkungan Muhammadiyah, masalah mempertegas identitas perlu diberi porsi yang cukup.
“Kita berharap pada mereka nan bergelut langsung di lapangan, mengevaluasi dan meng-upgrade (memperbaharui secara berkelanjutan) kembali sistem pengkaderan kita. Kita memang kuat dari sistem dan materi, cuma sangat sangat lemah dari follow up (tindak lanjut),” sebutnya.
Tapi perkara menyembunyikan identitas kemuhammadiyahan pada suatu ketika, lalu di ketika lainnya menonjolkannya, menurut seorang warga Muhammadiyah di Provinsi Riau; Harmaini, adalah persoalan biasa dalam dinamika sosiologis. Tapi kalau terlalu sering menyembunyikan identitas, maka statusnya sebagai warga atau kader Muhammadiyah memang perlu dipertanyakan.
HARMAINI |
“Itu hal yang biasa. Tapi bisa jadi meeka bukan warga Muhammadiyah atau kader Muhammadiyah dalam arti sesungguhnya. Mengaku beragama Islam saja, banyak yang tak mau ketika berada di luar negeri,” ujarnya.
Muhammad Edrison Kamil, warga Muhammadiyah yang berdomisili di Jakarta menegaskan, saat ini banyak kelompok umat yang mengaku lebih Muhammadiyah dari warga Persyarikatan Muhammadiyah, masilnya saudara-saudara kita Kaum Salafi. Mereka, sebut Edrison, juga mempertanyakan persoalan tersebut, kenapa banyak warga dan kader Persyarikatan Muhammadiyah yang menyembunyikan identitasnya?
M. EDRISON KAMIL |
Edrison mengatakan, para pimpinan pimpinan struktural dan pimpinan amal usaha harus rajin melihat, membaca, dan mengamalkan garis-garis perjuangan yang sudah ditetapkan Muhammadiyah.
“Majlis Tabligh harus aktif mengadakan pengkajian dan pengajian ke dalam dengan silabus yang terarah dan terukur. Ghirah beragama dan ruh Muhammadiyah harus dihiduptumbuhkan. Membenahi ke dalam adalah tugas besar Muhammadiyah agar tidak melenceng dari apa yang dicita-citakan Muhammadiyah,” sebutnya.
Untuk itu, menurut Edrison, dibutuhkan orang-orang yang punya komitmen kuat untuk menjadikan Muhammadiyah sabagai alat perjuangan, untuk mencapai cita-cita masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Ada dilema otonomisasi, imbuhnya, dalam menyikapi sami'na waata'na. Qur'an dan Sunnah sebagai pedoman sering dilupakan, karena merasa punya otoritas masing-masing.
Akibatnya, tegas Edrison, tidak ada tokoh sentral yang bisa jadi suri tauladan dalam menjalankan roda organisasi.Padahal, katanya, kebutuhan kepada figur-figur sangat menentukan. “Abrasi dan efurio berkiprah di luar Muhammadiyah telah meruntuhkan ketahanan kader militan. Dek harok dan raso ka lai di tempat lain,” ujar Edrison, tokoh asal Kabupaten Solok itu.
Ihwal yang disebut Edrison, diakui Jonito Vendry, warga Muhamamdiyah dari Kabupaten Pasaman, Provinsi Sumatera Barat. “Di Pasaman malah ada warga Muhammadiyah yang nyebut, ada jamaah yang lebih Muhammadiyah dari Muhammadiyah,” ujarnya.
JONITO VENDRY |
Itu pulalah sebabnya, kata dia, banyak masjid dan mushalla Muhammadiyah yang diisi oleh ustaz-ustaz dan jamaah salafi tersebut.
Menurut, Jonito, banyak pula warga Muhammadiyah yang gak tahu dengan tarjih, tidak punya buku Himpunan Putusan Tarjih (HPT). Ketika ustad yang berasal dari kaum salagi berceramah di masjid atau mushalla Muhammadiyah, warga Muhammadiyah jenis ini hanya bisa ‘menganga’ saja. Tak paham dia.
Tokoh muda Muhammadiyah di Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat; Ardinan mempertegas soal identitas itu. Boleh dikatakan, ujarnya, kita lengkap dari sisi regulasi, petunjuk teknis (juknis), petunjuk pelaksanaan (juklak).
ARDINAN |
“Dalam bahasa persyarikatan qaidah, peraturan, pedoman, dan ketentuan sudah ada. Tapi masih lemah dalam pelaksanaannya,” katanya.
“Ya, ini salah satunya. Secara sistem, regulasi dan materi Muhammadiyah bersama ortomnya lebih matang dari organisasi manapun, termasuk jika dibandingkan dengn negara sekalipun,” timpal Jufrizal.
HUJAN EMAS
BOIZIARDI |
Sementara itu, Boiziardi, seorang warga Muhammadiyah yang berdomisili di Kota Padang mempertanyakan, apakah pesan fouding father (tokoh pendiri) Muhammadiyah Kiyai Haji Ahmad Dahlan tentang hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah masih relevan untuk konteks kekinian?
Boiziardi mencermati, setiap warga Muhammadiyah mempunyai kebutuhan, baik materil maupun immateril. “Apabila ia telah mencurahkan hidupnya untuk kepentingan dan urusan Muhammadiyah, dan Muhammadiyah tidak memperhatikan kebutuhan mereka dan malah bersilengah saja, di sinilah muncul problem terbesar,” sebutnya.
Pekerjaan besar Muhammadiyah terhadap para warganya akan mengemuka, menurutnya, ketika mereka berhadapan dengan fakta kehidupan yang meliliti hidupnya, apalagi berhadapan dengan penguasa, dan mereka tidak diayomi oleh Muhamammadiyah secara organisatoris, apalagi tidak melindunginya.
Maka tidak tertutup kemungkinan, tambah Boiziardi, mereka berpindah haluan, di karena tetangga sebelah sedang terjadi hujan emas, sedangkan di Muhammadiyah sedang terjadi hujan batu. "Mari kita maknai dan fahami hal ini.”
Menanggapi pertanyaan Kasman, warga Muhammadiyah dari Provinsi Jambi, terkait dengan perspektif atau sektor kehidupan yang mana saja hujan emas dan yang mana ouka hujan batu, Boiziardi menyebut, gari ini hujan emas dan hujan batu itu sudah di seluruh lini, dan hal itutidak bisa dipungkiri.(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar