JAKARTA, potretkita.net - Kedatangan Utusan Khusus Amerika Serikat untuk LGBT ke Indonesia hanya akan memicu kegaduhan. Informasi terakhir, Kedubes AS di Jakarta mengabarkan pembatalan rencana kunjungan itu.
BERITA TERKAIT
- LGBT Ancaman Bagi Generasi Muda
- Mari Bentengi Nagari dari Penularan LGBT
- Pergaulan Bebas, LGBT, dan Narkoba Picu Masalah Sosial
- Pandai-pandailah Memilah dan Memilih Pergaulan
- Orangtua Diminta Tingkatkan Pengawasan Anak
Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Abdul Muti mengatakan, rencana kunjungan Jessica Stern ke Indonesia selaku Utusan Khusus AS untuk Hak LGBTQIA+ hanya akan menimbulkan masalah sosial, keagamaan, dan politik di Indonesia.
LGBTQIA+ plus adalah singkatan dari Lesbian, Gay, Bisexual, Transgender, Queer, Intersex. Tanda + mewakili orang yang tidak mengidentifikasi sebagai pria atau wanita, atau gender/orientasi seksual, atau identitas tertentu dan lain sebagainya.
“Dalam situasi sekarang ini, kunjungan Jessica Stern sudah pasti akan menimbulkan kegaduhan dan potensi perpecahan kelompok yang pro dan kontra terhadap LGBT. Kalau alasannya adalah untuk membela HAM, sebenarnya ada masalah HAM yang sudah jelas-jelas terjadi di Palestina. Tetapi Amerika Serikat hanya diam seribu bahasa,” tegas Mu’ti.
Menurutnya, perilaku LGBT jelas bertentangan dengan ajaran agama Islam dan Pancasila. Mayoritas bangsa Indonesia, ujarnya, beragama Islam. Sila pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa tegas menunjukkan, Indonesia adalah bangsa yang religius.
Dalam konteks tersebut, lanjut Mu’ti, Stern dan pemerintah Amerika Serikat hendaknya menghormati Indonesia sebagai negara yang berdaulat, dengan tidak memaksakan nilai-nilai yang bertentangan dengan moral dan kepribadian luhur bangsa Indonesia.
“Pemerintah Indonesia memiliki hubungan diplomatik dan bilateral yang baik dengan Amerika Serikat. Akan tetapi, demi kepentingan politik di dalam negeri, terutama untuk menjaga persatuan bangsa, pemerintah melalui kementerian luar negeri dapat menyampaikan keberatan dengan kehadiran Jessica Stern ke Indonesia,” jelas Mu’ti, sebagaimana dirilis muhammadiyah.or.id; laman resmi Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dalam situasi dimana pemerintah Indonesia berusaha memulihkan ekonomi yang sulit akibat covid-19 dan memasuki tahun politik 2024, bangsa Indonesia memerlukan situasi politik dalam negeri yang kondusif. Berbagai hal yang berpotensi menimbulkan polarisasi dan perpecahan di masyarakat harus dihindari.
Mu’ti menilai, selama ini pemerintah Indonesia menjalin kemitraan yang baik dengan Amerika Serikat, misalnya dalam masalah Myanmar dan Afghanistan.
“Ormas Islam mendukung sikap dan program pemerintah Indonesia dan Amerika Serikat untuk perlindungan dan pemberdayaan perempuan di Afghanistan. Tetapi dalam hal LGBT umat Islam sudah jelas menolak. Pemerintah Amerika Serikat hendaknya memahami psikologi dan pandangan umat Islam Indonesia terhadap LGBT,” imbuhnya.
Dia berharap agar jangan sampai hubungan dan kerjasama yang selama ini sudah terbangun antara masyarakat Indonesia dan Amerika Serikat dalam bidang pendidikan, kebudayaan, dan kemanusiaan yang terjalin dengan baik menjadi rusak akibat kunjungan Stern ke Indonesia.
Sementara itu, Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Sung Kim memastikan rencana kunjungan Stern ini dibatalkan, namun tetap berharap kedua negara dapat melanjutkan dialog mengenai diskriminasi terhadap kelompok LGBTQIA+.
"Setelah berdiskusi dengan rekan-rekan kami di Pemerintah Indonesia, kami telah memutuskan untuk membatalkan Kunjungan Utusan Khusus Stern ke Indonesia," kata Kim dalam pernyataan tertulis, sebagaimana dirilis kumparan.com, yang diakses dan dikutip pada Sabtu (3/12/2022) pagi.
Sebelumnya Kedutaan Besar AS di Jakartya mengabarkan, Stern akan berkunjung ke Jakarta pada 7-9 Desember 2022, setgelah melakukan lawatnan ke Vietnam dan beberapa negara lainnya. Informasi itu memicu reaksi penolakan dari berbagai elemen masyarakat Indonesia.(mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar