PASBAR, POTRETKITA.net -- Semua pihak diminta kewaspadaannya, seiring dengan masih berlanjutnya pandemi Covid-19. Pasalnya, selain dampak sosial, ekonomi, dan pendidikan, wabah ini juga berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan.
Komisioner KPAI Dr. Jasra Putra, M.Pd |
Menurutnya, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar Kemenkes, sekitar 11,2 persen warga mengalami masalah kejiwaan. Artinya, kata dia, satu dari empat orang dideteksi mengalami gangguan kejiwaan. Angka-angka itu, imbuhnya, terkait dengan orang dewasa yang banyak di antaranya juga memiliki anak.
Gejala gangguan kejiwaan mulai dari ringan hingga berat, menurut lelaki asal Maligi Pasbar itu, jelas berdampak signifikan terhadap pembinaan anak-anak Indonesia, karena membuka peluang terjadinya kesalahan pengasuhan anak. Apalagi, tegasnya, gangguan kejiwaan akibat pandemi semakin diperparah pula oleh masalah sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya.
‘’Artinya, di masa pandemi ini orang akan lebih mudah terjangkit gangguan kejiwaan. Dampaknya harus menjadi perhatian serius semua pihak. Kita harus mengantisipasi munculnya ledakan kasus kejiwaaan itu. Anak-anak harus menjadi fokus perhatian semua pihak,’’ ucap Jasra.
Dia berpendapat, sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyangkut pembagian kewenangan pusat dan daerah, semestinya tanggung jawab mengantisipasi dan mengatasi munculnya gangguan kejiwaan, terkait dengan tekanan kehidupan akibat penanganan pandemi Covid-19, juga menjadi bagian tak terpisahkan dari pemerintah daerah.
KPAI melihat, sebut ketua Divisi Pengawasan Monitoring dan Evaluasi (wasmonev) itu, persoalanan penanganan kasus gangguan kejiwaan dan anak-anak terdampak terbilang masih minim. Hal itu, menurut Jasra, dapat dilihat dari evaluasi instrumen penilaian Kota Layak Anak di beberapa daerah.
‘’Anak-anak dari keluarga yang mengalami masalah kejiwaan membutuhkan perhatian khusus. Sebab penanganannya juga sangat berbeda dengan anak-anak dalam keluarga normal. Ini perlu ditelaah secara mendalam,’’ ucapnya.
Jasra menyebut, sebagai salah satu negara maju, persoalan gangguan kejiwaan tentu tidak bisa dihindarkan dari masyarakat Indonesia. Pemicunya, menurut dia, juga tak dapat disamaratakan. Ada masalah ekonomi, tetapi ada juga faktor lain yang tak terdeteksi sebelumnya, tetapi tiba-tiba saja muncul gangguan kejiwaan akibat pembatasan sosial dalam upaya memutus rantai penularan Covid-19.
‘’Anak-anak yang terdampak dan menjadi korban dalam keluarga yang mengalami gangguan kejiwaan, tanggung jawab pengasuhan utamanya harus diambil pemerintah pusat dan pemerintah daerah, misalnya dengan memfasilitasi pengasuhan oleh keluarga sedarah atau keluarga pengganti. Ini yang mendesak dilakukan,’’ katanya.(mus)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar