Oleh Dr. Suhardin, M.Pd
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun, Jakarta)
PUASA dapat ditemukan dalam ajaran di berbagai agama, termasuk agama-agama samawi terdahulu. Nabi Musa telah disyariatkan puasa selama empat puluh hari. Nabi Daud telah berpuasa satu hari satu hari tidak secara terus menerus.
Nabi Daud sangat tegas terhadap ummatnya yang tidak mampu mengendalikan diri. Tatkala melewati sungai dari perjalanan yang jauh, menimbulkan kelelahan, kehausan, dahaga yang mencekam, Nabi Daud melarang para prajurit meminum air berlebihan, siapa yang minum berlebihan harap untuk tinggal, tidak ikut dalam barisan peperangan.
Puasa melatih untuk menahan diri dari hal-hal yang membathalkan; makan, minum dan berhubungan suami istri. Garisan utama yang dilarang adalah tiga hal tersebut, tetapi ada hal-hal yang lain, aktifitas mata dari penglihatan yang menggoda dan merangsang, aktifitas telinga dari mendengarkan sesuatu yang tidak digariskan, aktifitas mulut dari pembicaraan yang menyakiti orang lain, semua aktifitas organ tubuh yang perintahkan oleh hati dan difasilitasi akal di arahkan dan dioptimalisasikan menuju hal-hal yang sangat di redhai oleh Allah SWT.
Puasa melatih dan mengekang keinginan diri (intention to) terhadap hal-hal yang bersifat kebendaan (material), kesenangan (hedone), untuk di konsumsi dan dinikmati dari durasi yang sudah ditetapkan oleh syariat, semenjak terbit fajar sampai dengan terbenam Matahari.
Kemampuan dalam mengendalikan dan mengelola keinginan diri tersebut menjadikan seseorang hidup dalam kehidupan asketis. Bahasa asketis bersumber pada konsep zuhud yang lahir dari tradisi tasawuf.
Zuhud langkah awal perjuangan untuk mendapatkan kesempurnaan dan bermakrifat kepada Allah SWT. Zuhud tidak merasa bangga atas kemewahan dunia yang telah mereka miliki dan tidak merasa sedih karena kehilangan kemewahan dari dirinya. Semua dari Allah SWT dan kembali kepada Allah SWT.
Allah SWT dengan rahmat dan kasih sayang-Nya menyediakan kebutuhan manusia dari lingkungan, cukup bagi manusia yang bersyukur tetapi sangat kurang bagi orang yang serakah. Keserakahan manusia telah merusak lingkungan dengan nyaris sempurna, kerusakan hutan, terumbu karang, peneceramaran udara, air dan tanah sehingga menimbulkan pemanasan global (global warming).
Global warming menimbulkan anomali cuaca, terjadi badai ekstrem, halilintar, penyebaran virus, berkurangnya daratan, hilangnya beberapa pulau, berkurangnya bibir pantai.
Asketisme yang dibangun dengan pendidikan ramadhan, menghasilkan manusia zuhud, orang yang memiliki frekuensi kenginan diri terukur oleh garisan yang sudah ditetapkan Allah SWT dan kepedulian terhadap kelestarian lingkungan (environmental sustainable).
Parameter kebolehan untuk mendapatkan sesuatu untuk diri berbasis kepada dua standar tersebut. Manusia dilatih untuk proporsional dalam mengambil bagian dari alam. Manusia dilatih untuk memikirkan kelangsungan dan keseimbangan alam. Manusia bagian dari alam dan bertanggungjawab terhadap alam.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar