Kisah AR Sutan Mansur Mendapat Pangkat Mayor Jendral

AR Sutan Mansur diangkat oleh Wakil Presiden Mohammad Hatta sebagai imam atau Guru Agama Islam untuk TNI Komandemen Sumatera di Bukittinggi dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler dari 1947 sampai 1949.

Oleh Afandi (muhammadiyah.or.id)

JAKARTA, potretkita.net - Buya AR Sutan Mansur dikenal sebagai ulama. Beliau pernah menjadi ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Karirnya di militer hampir tidak terbaca. Tapi pangkatnya adalah mayor jendral. Pangkat tituler yang dianugerahkan negara.

Realitas menunjukkan, pemberian jabatan ‘tituler’ kemiliteran kepada selebriti belakangan ini menjadi kontroversial, karena dianggap tidak sesuai dengan fungsi, tugas, dan profesionalisme yang telah diatur di dalam undang-undang.

Lain hal, jika gelar Tituler disandang oleh seorang yang dianggap berkontribusi besar dalam pencerdasan masyarakat, seperti Buya AR Sutan Mansur.

Ulama besar yang pernah dimiliki dalam sejarah umat muslim di dunia Melayu ini adalah kelahiran Maninjau Sumatera Barat, pada 15 Desember 1895. Pangkat mayor jenderal tituler dianugerahkan negara ini, melalui Wakil Presiden RI Mohammad Hatta. Buya memang memiliki kontribusi besar pada bangsa ini.

Pangkat Tituler adalah pangkat yang diberikan kepada warga negara yang sepadan dengan jabatan keprajuritannya. Hal ini berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2010 tentang Administrasi Prajurit TNI.

Dalam PP itu dijelaskan, penggunaan pangkat tituler hanya berlaku selama yang bersangkutan memangku jabatan keprajuritan, dan mendapat perlakuan administrasi terbatas, seperti tunjangan 15 persen dari nominal gaji pokok jabatan yang dipangkunya.

BACA JUGA

Sementara itu, berdasarkan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, Pasal 27 ayat (1) huruf c UU TNI, pangkat tituler diberikan untuk sementara kepada warga negara yang diperlukan, dan bersedia menjalankan tugas jabatan keprajuritan tertentu di lingkungan TNI, selama masih memangku jabatan keprajuritan tersebut.

Penggunaan pangkat tituler hanya berlaku selama penerima memangku jabatan keprajuritan, setelah menerima pangkat tituler tidak lagi memangku jabatan keprajuritan, maka pangkat tersebut akan dicabut.

Dalam Peraturan Pemerintah tersebut, pangkat tituler merupakan salah satu pangkat TNI khusus selain pangkat lokal. Umumnya, tugas jabatan keprajuritan tertentu tersebut, merupakan tugas jabatan di lingkungan TNI yang mutlak diduduki perwira, seperti perwira rohani atau perwira korsik (korps musik).

BINTANG MUHAMMADIYAH DARI BARAT

Lalu bagaimana dengan Buya AR Sutan Mansur yang populer dengan Sang Bintang Muhammadiyah dari Barat berpangkat mayor jendral?

Buya AR Sutan Mansur bernama lengkap Ahmad Rasyid Sutan Mansur adalah Ketua Umum Pengurus Besar Muhammadiyah periode 1956-1959. Buya AR Sutan Mansur wafat pada tanggal 25 Maret 1985. Buya menguasai ilmu tasawuf dan ushuluddin. Junus Anis, ketua umum Muhammadiyah setelah masa kepemimpinan Buya AR Sutan Mansur, menyebut beliau sebagai ‘Bintang Muhammadiyah dari Barat’.

Lantaran memiliki pengetahuan agama yang mumpuni itulah, AR Sutan Mansur banyak diminta kalangan dan institusi untuk menjadi penasehat dalam bidang agama, salah satunya ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu pada 1938. Demikian tulis Siti Nur Aidah dalam Mengenal Tokoh-tokoh Muhammadiyah (2021).

AR Sutan Mansur juga diangkat oleh Wakil Presiden, Mohammad Hatta sebagai Imam atau Guru Agama Islam untuk TNI Komandemen Sumatera di Bukittinggi dengan pangkat Mayor Jenderal Tituler dari 1947 sampai 1949.

Selepas menjalankan tugas itu dia dengan baik dan penuh tanggungjawab, Sutan Mansur pada 1950 diminta oleh TNI Angkatan Darat untuk menjadi penasehat di Mabes TNI. Akan tetapi, Sutan Mansur menolak dengan halus karena harus bertablig keliling Sumatera untuk Muhammadiyah.

Demikian pula ketika Presiden Soekarno pada 1952 memintanya untuk menjadi penasehat negara, tetapi Sutan Mansur lagi-lagi menolak dan meminta menjadi penasehat tidak resmi saja.***