JAKARTA, POTRETKITA.net - Tren kasus pelanggaran hak anak alami penurunan pada 2021, tapi angka kejadiannya masih tinggi. Semua pihak perlu menyikapinya dengan sungguh-sungguh.
Para komisioner KPAI saat jumpa pers. |
''Berdasarkan data pengaduan masyarakat cukup fluktuatif, tahun 2019 berjumlah 4.369 kasus, tahun 2020 berjumlah 6.519 kasus, dan tahun 2021 mencapai 5.953 kasus, dengan rincian kasus Pemenuhan Hak Anak 2971 kasus, dan Perlindungan Khusus Anak 2982,'' katanya.
Menurut Jasra, klaster Pemenuhan Hak Anak (PHA) menerima sebanyak 2.971 kasus selama tahun 2021. KPAI menerima kasus pada kluster Pemenuhan Hak Anak diurutkan dari yang paling tinggi adalah kluster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatif sebanyak 2.281 kasus (76,8 pendidikan), dan kluster Pendidikan, Pemanfaatan Waktu Luang, Kegiatan Budaya, dan Agama sebanyak 412 kasus (13,9 persen).
Berikutnya, kluster Kesehatan Dasar dan Kesejahteraan sebanyak 197 kasus (6,6 persen), dan kasus kluster Hak Sipil dan Kebebasan sebanyak 81 kasus (2,7 persen). Lima Provinsi terbanyak aduan kasus Pemenuhan Hak Anak meliputiDKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, dan Jawa Tengah.
BERITA TERKAIT : Ini Isu-isu Strategis KPAI dalam Menjalani Tahun 2022, Hukuman Maksimal untuk Pelaku Kejahatan Seksual pada Anak
Menurutnya, kasus pada Klaster Lingkungan Keluarga dan Pengasuhan Alternatifmemiliki jumlah kasus tertinggi sepanjang pengaduan KPAI dari tahun 2011. Pandemi covid-19 sangat berdampak pada kondisi keluarga dan berefek domino pada pengasuhan anak. Kasus-kasus yang diadukan diantaranya Anak Korban Pelarangan Akses Bertemu Orang Tua(492), Anak Korban Pengasuhan Bermasalah/Konflik Orang Tua/Keluarga (423), Anak Korban Pemenuhan Hak Nafkah (408), Anak Korban Pengasuhan Bermasalah (398), dan Anak Korban Perebutan Hak Kuasa Asuh (306).
Klaster PHA, sebutnya, juga melakukan advokasi pemenuhan hak pendidikan anak selama masa pandemi dengan tetap memperhatikan keselamatan dan kesehatan anak sebagai prioritas.
''Hasil pengawasan KPAI terhadap Pembelajaran Tatap Muka Terbatas (PTMT) dengan kategori sangat baik 15,28 persen, baik 44,44 persen, cukup 19,44 persen, kurang 11,12 persen, dan sangat kurang 9,72 persen. KPAI mendorong sekolah/madrasah memenuhi seluruh syarat kebutuhan penyelenggaraan PTMT, ketaatan pada protokol kesehatan, ketercapaian vaksin mencapai minimal 70 persen bagi warga sekolah,'' jelasnya.
Selain itu, sebut tokoh muda nasional asal Pasaman Barat itu, komitmen kepala daerah sangat penting agar penyelenggaraan PTMT jika positivity rate-nya di bawah 5 persen. KPAI mendorong 5 SIAP untuk penyelenggaraan PTMT, yaitu SIAP Pemerintah Daerahnya, SIAP Sekolahnya, SIAP Gurunya, SIAP Orang Tua, SIAP Anaknya.
Pada klaster Kesehatan dan Kesejahteraan, imbuhnya, KPAI juga melakukan advokasi vaksinasi Covid-19 pada anak. KPAI memperjuangkan vaksinasi bagi setiap anak tanpa kecuali, termasuk anak-anak yang tidak memiliki NIK (Nomor Induk Penduduk). Anak-anak yang berada di LKSA/PSAA, Lembaga Pembinaan Khusus Anak, Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial dan kelompok anak rentan lainnya dapat tetap mendapatkan vaksin sekaligus menjadi bagian advokasi pemenuhan hak sipil anak.
KPAI juga melakukan survei terkait Persepsi Peserta Didik Terkait Vaksinasi Anak Usia 12-17 Tahun, ditemukan bahwa masih ada 9 persen anak yang ragu-ragu dan 3 persen responden menolak vaksin. Edukasi tentang pentingnya vaksin harus terus diupayakan.
Selain itu, sebut Jasra, KPAI mendorong perluasan capaian vaksin untuk semua anak khususnya usia 6-12 tahun dan menuntaskan dosis kedua untuk anak usia 12-17 tahun. KPAI mendorong agar pemerintah tetap meningkatkan kualitas pada layanan kesehatan dasar anak secara optimal termasuk imunisasi dasar, pencegahan stunting, serta layanan ibu hamil dan melahirkan. Edukasi 5M dan 1V (vaksin), mitigasi pencegahan, mendampingi pelaksanaan 3T (Tracing, Tracking, Testing), serta memperkuat strategi kebijakan pentahelix pada anak.
Terkait dengan perkawinan anak, ujarnya, KPAI mendorong upaya massif penurunan perkawinan anak yang saat ini mencapai 10,35 persen. Kejadian perkawinan anak tidak hanya mereka yang dimohonkan dispensasi kawin namun juga perkawinan yang tidak tercatat.
Pemenuhan hak dasar anak seperti pendidikan, edukasi kepada orang tua menjadi kunci pencegahan perkawinan usia anak.
''Dalam hal permohonan dispensasi kawin, perlu mempertimbangkan alasan mendesak dan bukti pendukung perlu dilandaskan pada penafsiran maslahah dan mafsadah yang ekspansif dan memperhatikan kepentingan terbaik bagi anak, serta faktor internal dan eksternal anak yang dimohonkan dispensasi,'' sebutnua.
Selain itu, menurut Jasra, usia minimal kebolehan dimohonkan dispensasi juga penting dirumuskan. KPAI mendorong segera disahkannya Rancangan Peraturan Pemerintah Dispensasi Kawin sebagai upaya pengetatan pelaksanaan dispensasi kawin sebagai bagian dari pencegahan perkawinan anak secara optimal.(musriadi musanif)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar