Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah butuh motivator untuk membangkit kembali semangat bermuhammadiyah yang disinyalir mulai mengendor.
MTsM Sukamenanti, Nagari Aua Kuniang, Kecamatan Pasaman, Kabupaten Pasaman Barat, mengakhiri riwayatnya karena persoalan kekurangan siswa. Apa penyebab pasti dan tahun berapanya, tentu patut ditelusuri dokumennya di kantor Cabang Muhammadiyah Pasaman atau Ranting Muhammadiyah Sukomananti.
Musriadi Musanif, S.Th.I |
Kini,
peran strategis dakwah Muhammadiyah Sukomananti berganti dari MTsM ke SMP Islam
Al-Azhar Muhammadiyah. Ibarat menikam jejak, semua pihak tentu berharap,
sekolah ini akan tumbuh dan berkembang menjadi amal usaha Muhammadiyah bidang
pendidikan yang dapat diandalkan di masa mendatang.
Satu
hal yang pasti, Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah butuh motivator
untuk membangkit kembali semangat bermuhammadiyah yang disinyalir mulai
mengendor.
Anak,
cucu, dan cicit penyokong utama Muhammadiyah di masa-masa awal keberadaannya di
Sukomananti dan Padang Tujuah, sudah banyak yang sukses. Jumlahnya terus
berkembang. Kini ditaksir mencapai angka seribuan orang, kendati tidak semuanya
berdomisili di Pasaman Barat. Ada yang sudah menjadi profesor, pengusaha
sukses, bekerja di pemerintahan, anggota legislatif, petani, dan guru.
Cuma
saja, ditengarai semangat bermuhammadiyahnya sebagian besar mulai mengendor.
Diakui, sebagian besar jamaah shalat Idul Fitri dan Idul Adha yang memadati
lapangan Komplek Muhammadiyah Tapalan setiap tahun, hampir dapat dipastikan
adalah anak, cucu, dan cicit penyangga utama Muhammadiyah di Sukomananti dan
Padang Tujuah yang terukir dalam kisah sejarah.
Hanya
itu, lalu kemudian tak nampak lagi kiprahnya dalam menyokong gerakan
Muhammadiyah. Tahun depan muncul lagi. Bagi yang bermukim di perantauan, tentu
bisa dimaklumi karena domisili mereka yang jauh dari kampung halaman. Yang
perlu dipertanyakan itu, bagi yang berdomisili di Nagari Aua Kuniang dan
daerah-daerah terdekat. Masihkah mereka mewarisi semangat perjuangan nenek dan
orangtua mereka dalam mengibarkan panji-panji Muhammadiyah, di daerah yang
sebagian besar penduduknya tidak mau bergabung dengan Muhammadiyah itu?
Sekedar
mengingatkan memori kita kepada tokoh utama pendiri, pengembang, dan penyokong
Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah di masa lampau, sebagai motivasi
bagi generasi saat ini, tentu tak ada salahnya kita sebutkan di sini. Bila ada
yang tertinggal, itu bukan karena disengaja, tetapi semata-mata adalah kealpaan
penulis.
Informasi yang dihimpun dari berbagai narasumber, termasuk keterangan dari Sekretaris Pimpinan Daerah Muhammadiyah (PDM) Pasaman Barat Mizlan dan Sekretaris Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Pasaman Ardinan, pendiri dan penyokong utama Muhammadiyah pada masa-masa awal di situ di antaranya Hj. Jamilah alias Nek Mila, Lanin, Mansyah, Ahmad Falal, dan lain-lain untuk wilayah Sukomananti. Sedangkan di Padang Tujuah, ada Hj. Ramlah alias Nek Malah, Bastiah, Bakri Ibrahim, Kahar, dan lain-lain.
''Kini
sudah berkembang. Tidak sedikit anak, cucu, dan cicit dari tokoh-tokoh pendiri
dan penyangga utama Muhammadiyah Sukomananti dan Padang Tujuah itu saat ini.
Sebanyak yang merantau, sebanyak itu pula yang tinggal di kampung halaman.
Kalau dahulu di Nagari Aua Kuniang, anak dan anggota Muhammadiyah hanya bisa
ditemukan di Sukomananti dan Padang Tujuah, dan satu kepala keluarga di Jambu
Baru, yaitu keluarga Rasyid, maka kini sudah menyebar,'' jelas Mizlan.
Keluarga
Nek Mila mengembangkan basis Muhammadiyah di Sukomananti bersama keluarga besar
Lanin, Mansyah dan Ahmad Falal. Di rumah Nek Mila, guru-guru yang memberi
pembelajaran dalam gerakan Muhammadiyah tinggal, baik guru yang datang dari
Ujuang Gadiang maupun Talu, Silapiang, dan Sungai Aua. Para guru itu juga
mengajar di sekolah-sekolah dan kelompok pengajian yang diadakan Muhammadiyah.
Sementara di Surau Al-Mukminin yang didirikan Nek Malah bersama saudara kandungnya bernama Bastiah dan didukung para pedagang yang bermukim di Pasar Padang Tujuah, seperti keluarga Kahar dan Zainuddin, digelar pengajian-pengajian Muhammadiyah setiap Ahad malam atau malam Senin.
Jemaah pengajiannya banyak,
terutama para pedagang keliling dan sopir yang bermalam di situ. Mereka
bermalam di situ karena akan berjualan pada keesokan harinya. Pasar Padang
Tujuah diramaikan setiap Senin. Umumnya, para saudagar itu juga berdagang di
Pasar Simpang Ampek yang diramaikah setiap Ahad.
Kahar
dan keluarganya dikenal sebagai pemilik usaha menjahit, sedangkan Zainuddin
pemilik usaha lotek dan rumah makan. Keduanya tinggal di dalam komplek Pasar
Padang Tujuah.
''Nek Mila itu adalah ibundanya Syamsu yang juga menjadi penyokong utama Muhammadiyah di Sukomananti, bersama H. Lanin, Mansyah dan Ahmad Falal,'' kata Mizlan yang juga merupakan menantu dari Syamsu. Penulis artikel ini, Musriadi Musanif, memanggil Inyiak kepada Syamsu. Sedangkan di Padang Tujuah ada pula kemenakan Syamsu bernama Ismail yang kakak beradik dengan Zalir (ayah kandung anggota DPRD Pasbar Adriwilza). Ada juga kak kandungnya bernama Bakri Ibrahim.
''Nenek Adriwilza itu anak Hj. Jamilah. Reflin yang kini menjadi ketua Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Sukomananti, ibunya adalah cucu dari Hj. Jamilah alias Nek Mila. Sedangkan Musanif, ayah dari Musriadi Musanif yang menulis artikel ini adalah kemenakan dari Syamsu. Otomatis beliau adalah cucu Hj. Jamilah.
Nek Mila punya tiga orang anak, yaitu Badariah yang merupakan nenek Adriwilza, Ahmad Bakri yang jadi salah seorang penggerak Muhammadiyah di Padang Tujuah, dan Syamsu yang jadi salah seorang penggerak Muhammadiyah di Sukomananti itu adalah ayah kandung Yubhar dan Winisma yang menjadi istri Mizlan,'' jelasnya.
Mencermati
urutan silsilah keluarga itu, dapat dipastikan, pendiri, penyokong utama, dan
penggerak Muhammadiyah di Sukomananti dan Padang Tujuah adalah rumpun
keluarga besar. Mereka berkolaborasi dengan tokoh-tokoh utama lainnya, seperti
keluarga besar H. Lanin, Mansyah, dan Ahmad Falal (ayah kandung dari guru
Muhammadiyah Mukhlis). Ada sejumlah keluarga lain yang sama pentingnya dengan
keluarga para tokoh tersebut, tapi penulis belum memperoleh silsilah konkretnya
dari para pewaris.
Harapan
penulis, semoga ulasan ini bisa memicu semangat anak, cucu, dan cicit para
tokoh itu menyokong Muhammadiyah di garda terdepan, berbuat lebih hebat lagi
dari para unyang, nenek, dan orangtua mereka. Bila itu terjadi, maka
Muhammadiyah Sukomananti dan Padang Tujuah akan tumbuh menjadi kekuatan dahsyat
dalam membangun umat berkemajuan.(MUSRIADI
MUSANIF, bersambung)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar