Oleh Dr. Suhardin, S.Ag., M.Pd.
(Dosen Universitas Ibnu Chaldun Jakarta)
Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan penuh harap, dan mereka menginfakkan sebagian dari rejeki yang Kami berikan kepada mereka. (QS. As-Sajadah (32): 16).
ADA tiga strategi untuk mendekati Allah SWT, sehingga hamba dengan khalik-Nya online, tanpa batas dengan Allah SWT. Pertama, tatajafa junubuhum nganil madhajingi, Lambung mereka jauh dari tempat tidurnya, para mufasir sepakat bahwa yang dimaksud ayat tersebut adalah qiyamul lail.
Qiyamul lail dahsyat bagi kaum mukmin melakukan taqarrub kepada Allah SWT seperti dijelaskan dalam Allah sebagai berikut: “Dan pada sebagian malam, lakukanlah shalat tahajud sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; mudah-mudahan Tuhanmu mengangkatmu ke tempat terpuji.” (QS. Al-Isra’ (17):79).
Shalat Tahajud memiliki kekuatan utama untuk mengantarkan seorang hamba Allah kepada tempat yang sangat terpuji (maqoman mahmudah). Maqoman mahmudah merupakan kedudukan tertinggi yang diperoleh oleh Nabi Muhammad SAW berupa manusia yang dipuji oleh segenap makhluk, manusia dan malaikat serta mendapatkan hak dari Allah SWT untuk memberikan syafaat kepada ummatnya. Hal ini digondol oleh sang Nabi karena beliau mewajibkan kepada dirinya melaksanakan shalat tahajud.
“Wahai orang-orang yang berselimut (Muhammad)! Bangunlah untuk shalat pada malam hari, kecuali sebagian kecil, yaitu separohnya atau kurang sedikit dari itu. Atau lebih dari seperdua itu, dan bacalah al-Qur’an itu dengan perlahan-lahan”. (Qs Al-Muzammil (73):1-4).
Nabi Muhammad SAW tidak pernah meninggalkan qiyamul lail, shalat malam, lebih dari seperdua malam dipergunakan untuk shalat, sehingga kakinya bengkak untuk menahan badan tatkala berdiri waktu shalat, membaca al-Quran dalam shalat yang panjang, berlama-lama dan dibaca dengan perlahan-lahan, mendalami maknanya, sehingga menginspirasi untuk diimplementasikan dalam kehidupan nyata. Kosa kata, diksi al-Quran berat dan sarat makna, menjawab permasalahan kehidupan, memberikan solusi terhadap segenap permasalahan manusia dan kemanusiaan.
Pelaksanaan shalat tahajud yang dilaksanakan kaum mukmin, mengikuti secara nyata amalan yang dilakukan nabi Muhammad SAW membuat manusia mendekati Allah SWT lebih dekat, lebih akrab dan lebih mesra, sehingga Allah SWT memberikan rahmat-Nya kepada manusia yang bertahajjud dalam bentuk kemuliaan hidup di dunia berupa amanah dari manusia lain, kedudukan yang strategis dalam percaturan kehidupan sosial kemasyarakatan, dipuja dan disanjung oleh para malaikat sebagai seorang hamba Allah yang mulia, mendekati kemuliaan Nabinya Muhammad SAW.
Kedua, yadnguna rabbahum khaufan wa thmangan, mereka berdoa kepada Tuhannya dengan rasa takut dan harap. Allah SWT sangat senang dan sayang terhadap hamba-Nya yang senantiasa berdoa kepada-Nya dengan perasaan takut dan penuh harap. Khauf, takut merupakan ekspressi diri untuk senantiasa menjaga kedaulatan diri tetap pada jalan yang digariskan Tuhan, tidak melenceng sedikitpun dari garis komando Allah SWT.
Sekalipun diri sudah memiliki kekuatan tetapi tetap sadar bahwa semua kekuatan yang dimiliki adalah atas berkat dan rahmat Allah SWT. Thomangan, penuh harap, bahwa Allah SWT senantiasa mencurahkan rahmat dan nikmat-Nya kepada manusia atas keihsananan yang telah dipraktekkan dalam kehidupan nyata.
Harapan utama seorang hamba mukminin dapat bertemu dengan Allah SWT kelak di yaumul akhir dengan mempertanggungjawabkan segenap amal dan perbuatan yang di tabung di alam dunia ini.
Harapan ini membuat manusia mukmin takut untuk berkhianat, mendurhakai Allah SWT, mengingkari perintah dan larangan Allah, menduakan Allah dengan kepentingan lain. Takut yang berwujud ketaqwaan yang dikemas dalam keihsanan berkorelasi dengan optimisme bahwa Allah SWT senantiasa memperhatikan dan menyangi hamba-Nya.
Allah tidak menyia-nyiakan hamba-Nya, maka hamba minta saja segala apa yang menjadi kebutuhan dan keinginan kepada Allah SWT. Permintaan kepada Allah SWT tentu diiringi dengan standar usaha yang telah menjadi kausalitas.
Ketiga, wamimma razaqnahum yunfiqun, mereka menginfakkan sebagaian rejeki yang telah kami berikan kepada mereka. Rejeki yang didapatkan oleh manusia atas usaha dan kerja keras yang dilakukan, baik dalam bentuk kerja profesional (pekerja), maupun kerja dalam bentuk transaksional (pedagang). Kepemilikan personal, korporasional, sebagian disisikan untuk menunjang jalan dakwah yang sudah digariskan Allah SWT.
Penyisihan tersebut minimal dua koma lima persen setahun dari total perolehan hasil yang didapatkan. Pemberikan boleh atas nama zakat, infak dan sadaqah. Zakat pemberian yang sudah distandarkan, menjadi kewajiban konstitusional warga negara. Infak dan sadaqah pemberikan dalam bentuk philantropy terhadap kegiatan sosial dan kemanusiaan, sebagai buah kepedulian terhadap permasalahan kehidupan.
Berinfak, bersedekah dan berzakat memberikan manfaat nyata kepada pemberi diantaranya, pertama, mengetahui secara objektif permasalahan kehidupan sosial yang ada di sekitar. Pengetahuan kita terhadap permasalahan kehidupan sosial di sekitar, memberikan kearifan kepada kita untuk menemukan solusi konkrite membantu saudara dalam bentuk kebijakan bermasyarakat.
Kedua, memberikan kepedulian kepada kita terhadap teman dan saudara disekitar. Kepedulian membuat manusia tidak serakah, pongah, dan indvidualistik. Orang yang individualistik tidak akan dipandang dan dipercaya oleh warga sekitar untuk mendapatkan tiket kepemimpinan dalam masyarakat.
Orang yang peduli, membuat dirinya mendapatkan karpet merah melenggang ke tampuk kekuasaan, mendapatkan kepercayaan dari warga. Ketiga, kepeduliaan membuat rejeki lebih mudah, usaha lebih lancar, harta benda lebih barokah.
Ayat ke enam belas dalam surah As-Sajadah, ayat yang dibaca imam tatkala kita melaksanakan wirid malam jumat sujud tilawah. Pada kata sujjada wa sabbahu, jamaah dibawa imam untuk bersujud dengan membaca bacaan sujud tilawah. Pada ayat ke enam belas, tatajafa, semua jamaah bangkit untuk melanjutkan shalat sebagaimana yang ada pada rukun shalat. Sujud tilawah atau sujud sajadah suplement khsus untuk memperlihatkan secara nyata ketundukan atas keagungan Allah SWT.
Secara konkret ayat ini merupakan indikator utama melihat kedekatan hamba kepada Tuhannya. Indikator ini yang perlu diperbaiki terus menerus, sehingga semakin lama usia yang diberikan Allah kepada kita, semakin sempurna kedekatan kita dengan-Nya.
Wujud nyata refleksi diri dalam tahun ini perlu menatap dan meng-asassment diri, mengevaluasi apakah kita sudah memiliki intensitas shalat tahajjud? Apakah shalat tahajjud kita tahun ini lebih baik dari tahun yang lalu? Kalau memang lebih baik, kita tergolong orang beruntung kalau sama orang tertipu dan kalau kurang baik, kita termasuk orang yang dilaknati.
Demikian juga halnya dengan relasi percakapan diri kita dengan Tuhan melalui media doa dalam kondisi jiwa yang takut dan berharap. Apakah relasi kita tahun ini lebih dekat dari tahun yang lalu, atau sama atau kurang. Termasuk juga intensitas philantropy, apakah lebih baik, sama atau berkurang. Tentu kita dan Allah yang tahu, manusia lain hanya bisa mengintip dan menggosip, pengetahuan diri seutuhnya adalah milik kita dengan Allah SWT.***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar