JAKARTA, potretkita.net - Harga beras di Sumatera Barat masih tercatat termahal secara nasional, bersama Kalimantan Selatan dan Kalimantan Tengah. Pemerintah beri isyarat akan segera mengimpor beras.
ILUSTRASI BULOG.CO.ID |
Dalam radar Bank Indonesia (BI), beras terpantau dalam warna jingga, yang artinya secara rata-rata harganya naik di kisaran 0,5 persen dalam sepekan terakhir. Data itu yang ditunjukkan dashboard di Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), sebuah unit kerja di bawah BI, per 6 Desember 2022. Warna jingga itu hasil pantauan dari 34 provinsi dan berlaku pada beras kualitas bawah maupun super (premium).
Harga beras termurah terpantau di Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi Barat. Adapun harga termahal tercatat di Kalimantan Selatan, Sumatra Barat, dan Kalimantan Tengah. Terkait kenaikan harga beras itu, sebagian menganggap siklus periodik, yakni mendekati Hari Natal dan tahun baru. Namun, sebagian lain khawatir dengan cadangan beras di tanah air.
Ihwal cadangan beras nasional sempat menjadi sorotan publik pada beberapa pekan terakhir. Situasi itu bergulir dari forum Rapat Dengar Pendapat (RDP) Komisi IV DPR RI dengan Kementerian Pertanian (Kementan), Badan Pangan Nasional (Bapanas), dan ID Food (Korsorsium Pangan BUMN) yang di dalamnya termasuk Bulog, pada Rabu (23/11/2022).
Forum RDP itu sedang mendengarkan paparan Bulog yang menyatakan, stok berasnya terus menipis. Per hari itu, Bulog hanya menyimpan stok 594 ribu ton, yang terdiri dari 426 ribu ton cadangan beras pemerintah (CBP) dan 168 ribu ton beras komersial. Jumlah beras CBP itu masih jauh dari yang ditargetkan pemerintah sebesar 1,2 juta ton.
Pengadaan beras Bulog adalah mendesak demi memenuhi kecukupan stok beras pemerintah. Pertanyaannya, pengadaan CBP itu perlu dilakukan dengan pembelian langsung dari tangan petani atau impor. Pilihan pertama ada risikonya, yakni kenaikan harga di tengah pembelian beras dalam jumlah besar oleh Bulog.
Cadangan beras di masyarakat menjadi isu penting. Bila cadangan tipis, maka lonjakan harga tentu bisa terjadi. Justru, pada titik ini muncul kerancuan data. Kementan dan Bapanas mengajukan data produksi dan konsumsi beras yang saling tidak berkesesuaian di depan RDP Komisi IV DRR. Sebelum kedua pihak memverifikasi, rapat sudah beralih ke tema bahasan yang lain.
Pemerintah sendiri berpegang pada data BPS untuk mengambil keputusan. Maka, BPS pun merasa perlu membuat klarifikasi sepekan setelah kontroversi itu bergulir. Deputi Bidang Statistik Produksi BPS Muhammad Habibullah mengatakan, secara nasional produksi beras 2022 masih aman. Produksi beras di atas angka konsumsi.
Habibullah pun merentang data luas panen dan produksi padi 2022, seperti yang telah dirilis BPS pada Oktober 2022. Total luas panen padi 2022 diperkirakan mencapai 10,6 juta hektare atau naik 1,87 persen dari 2021. Dari luas panen tersebut, diperkirakan total produksi padi mencapai 55,67 juta ton gabah, meningkat 2,31 persen dari 2021. Jika dikonversi ke beras, diproyeksikan produksi nasional mencapai 32,07 juta ton, meningkat 2,29 persen dari produksi tahun lalu.
Lebih jauh, Habibullah menyatakan, berdasarkan pada penghitungan BPS, konsumsi beras nasional sekitar 2,5 juta ton per bulan, maka produksi beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan nasional, bahkan surplus. ‘’Kalau lihat dari data yang dihasilkan oleh BPS, dengan perkiraan konsumsi 2,5 juta ton per bulan, pada bulan-bulan tertentu itu surplus terutama di bulan panen, maka kalau kami lihat (stok beras) akumulasi se-Indonesia, kurang lebih akan sekitar 1,7 juta ton surplusnya," ujar Habibullah kepada wartawan, di Jakarta, Rabu (30/11/022).
Menurutnya, ketaksesuaian data antara Kementan dan Bapanas sudah usai. Keduanya mengacu pada data BPS. Hanya saja, terkait penghitungan ketersediaan stok beras yang ada saat ini, khususnya di gudang Bulog, dirinya enggan menanggapi. ‘’Kalau permasalahan (stok) Bulog, itu bisa tanya Bulog,’’ kata Habibullah.
Toh, pada akhirnya pemerintah mengisyaratkan bahwa pengadaan beras stok Bulog akan dilakukan dengan impor. Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas) bahkan mengatakan, pemerintah sudah membeli beras impor lewat Bulog. ‘’Sekarang ini kita sudah beli, tapi barangnya masih di luar,’’ ujar Mendag Zulkifli Hasan. Artinya, slot impor orderan pemerintah sudah diamankan.
Intinya, Perum Bulog sudah mendapatkan persetujuan untuk impor beras sebanyak yang diperlukan untuk pengamanan harga beras. Pemerintah khawatir, bila pengadaan beras stok nasional itu harus dipaksakan dengan membeli dari petani, harga beras di pasar lokal akan melonjak. ‘’Kenaikan harga beras itu pengaruhnya besar kepada inflasi,’’ kata Mendag.
Perkiraan BPS menyatakan, produksi beras nasional itu mencukupi kebutuhan nasional, itu tak bisa ditafsirkan secara absolut. Bagaimanapun perkiraan BPS itu berbasis survei dan sampling yang tentu memberikan selang kepercayaan, alias margin of error. Maka, margin of error itu dapat diuji melalui harga beras di pasaran.
Jika harga di pasar bergerak naik, itu indikasi bahwa cadangan beras di masyarakat menipis. Cadangan itu sendiri ada di tangan petani, penggilingan, pedagang, dan gudang-gudang swasta. Maka, kenaikan harga beras saat ini bisa jadi karena siklus reguler akhir tahun, pun bisa jadi karena stok di masyarakat menipis, atau dua-duanya.
Tidak mau ambil risiko harga melonjak, pemerintah menyetujui rencana impor beras itu, setelah tiga tahun absen. Realisasi impornya, menurut Mendag Zulkifli diserahkan kepada Bulog. ‘’Kapan diperlukan silakan dilakukan, any time,’’ kata Zulkifli Hasan. Volumenya 500 ribu ton atau 1,6 persen dari konsumsi nasional.(indonesia.go.id/putut trihusodo)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar